Rapor Kejujuran Unas Jatim

6 Maret, 2010 at 12:31 am

Oleh Biyanto
Dosen IAIN Sunan Ampel dan sekretaris Majelis Dikdasmen PWM Jatim

Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional telah memublikasikan evaluasi tingkat kejujuran sekolah dalam penyelenggaraan ujian nasional (unas) tahun ajaran 2008/2009. Di antara 33 provinsi yang disurvei, ternyata hanya ditemukan satu provinsi yang memiliki tingkat kejujuran di atas 50 persen. Provinsi tersebut adalah Jogjakarta.

Di provinsi itu, tingkat kejujuran sekolah mencapai 70,24 persen. Di 32 provinsi lainnya, tingkat kejujuran jauh di bawah 50 persen. Bahkan, Provinsi Gorontalo dikategorikan dalam daftar hitam karena menduduki peringkat paling tidak jujur.

Rapor kejujuran unas untuk sekolah-sekolah di Jatim juga menunjukkan angka yang memprihatinkan. Dikatakan, di antara 38 kabupaten/kota di Jatim, hanya ada tujuh daerah yang memiliki tingkat kejujuran tinggi. Tujuh kabupaten/kota itu adalah Kota Malang, Kota Madiun, Kota Kediri, Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Pasuruan, dan Kota Batu. Jika dibuat rata-rata, tingkat kejujuran tujuh daerah tersebut melebihi 50 persen.

Bahkan, Kota Blitar berhasil mencatat rekor tingkat kejujuran hingga mencapai 77,78 persen. Data rapor kejujuran unas menunjukkan bahwa masih ada 31 kabupaten/kota di Jatim yang berkategori abu-abu alias tidak jujur. Terlepas dari akurasi metodologi yang digunakan, rasanya data Balitbang Kemendiknas tersebut patut menjadi perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dengan kredibilitas penyelenggaraan unas.

Untuk menyongsong penyelenggaraan unas tahun ajaran 2009/2010, rasanya kepala sekolah, guru, siswa, orang tua, dinas pendidikan, dan pemerintah perlu didorong untuk meningkatkan kejujuran. Jika diperlukan, pihak -pihak yang berkepentingan dengan hasil unas, terutama siswa dan sekolah, harus diajak berikrar agar berperilaku jujur saat mengikuti unas. Dengan demikian, penyelenggaraan unas tahun ini jauh lebih kredibel.

Sebab, publik selama ini telanjur menempatkan unas sebagai salah satu indikator sekolah bermutu. Karena itu, akan sangat ironis jika hasil unas yang dipercaya tersebut ternyata masih banyak mengandung budaya ketidakjujuran akademik (academic dishonesty). Berangkat dari penyelenggaraan unas yang kurang kredibel itulah, forum rektor yang beranggota para rektor perguruan tinggi negeri menolak usul Mendiknas untuk mengintegrasikan hasil unas dengan sistem penerimaan mahasiswa baru (SPMB).

Perlu Ikrar Kejujuran

Pemerintah telah menetapkan jadwal unas secara nasional pada 22-26 Maret (SMA/MA/SMK) dan 29 Maret-1 April (SMP/MTs/SMPLB). Sementara itu, siswa kelas akhir SD/MI/SDLB akan mengikuti ujian penentuan kelulusan bernama ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN). Itu berarti tidak lama lagi para siswa, orang tua, guru, dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil unas akan diselimuti perasaan khawatir dan ”deg-degan”. Sebab, unas masih dianggap segala-galanya. Tegasnya, kelulusan siswa akan ditentukan dalam beberapa hari melalui ujian mata-mata pelajaran yang di-unas-kan.

Jadwal pelaksanaan unas tahun ini memang lebih awal dari tahun sebelumnya karena ada ujian ulangan bagi yang tidak lulus. Itu berarti para siswa hanya memiliki waktu efektif sekitar dua bulan untuk mempersiapkan diri. Tentu, mepetnya waktu persiapan tersebut bisa menambah beban pihak-pihak yang selama ini sangat berkepentingan dengan hasil unas. Meski demikian, untuk kepentingan menjaga kredibilitas unas, rasanya ikrar kejujuran saat mengikuti unas perlu terus digelorakan.

Berdasar data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jatim, peserta unas tahun ini mencapai 1.517.693 siswa. Rinciannya, 349.129 siswa SMA/MA/SMK, 543.605 siswa SMP/MTs/SMPLB, dan 624.959 siswa SD/MI/SDLB. Mereka berasal dari 34.395 sekolah di Jatim. Rinciannya, 25.435 sekolah dasar, 5.863 sekolah menengah pertama, dan 3.097 sekolah menengah atas.

Untuk meningkatkan kejujuran saat mengikuti unas, rasanya para siswa perlu diberi semangat dan dorongan yang membesarkan hati (encouragement). Hal itu sangat penting. Sebab, berdasar pengalaman tahun sebelumnya, unas selalu menghadirkan beban bagi siswa. Bahkan, pimpinan sekolah, guru, orang tua, dan kepala dinas pendidikan akan merasakan beban yang sama.

Yang lebih aneh, banyak juga kepentingan di luar pendidikan yang turut bertaruh dengan tingkat kelulusan siswa. Karena itu, tidak mengherankan jika pejabat publik di daerah seperti gubernur, bupati, dan wali kota juga khawatir atas tingkat kelulusan unas.

Dalam situasi yang penuh tekanan inilah, dorongan dan semangat bagi siswa, pimpinan sekolah, dan guru, penting diberikan. Mereka harus diyakinkan bahwa ujian merupakan salah satu bentuk evaluasi eksternal terhadap proses belajar-mengajar (PBM).

Beban berat yang dirasakan pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil unas dalam tingkat tertentu jelas berpotensi mendorong orang berperilaku tidak jujur. Apalagi, Pemerintah Provinsi Jatim melalui Wakil Gubernur Saifullah Yusuf menargetkan tingkat kelulusan UN harus mencapai 99 persen. Target pejabat publik terhadap kelulusan unas ini biasanya dipahami kepala dinas pendidikan di daerah sebagai perintah untuk menyukseskan unas. Tentu tidak hanya sukses dalam penyelenggaraan, tapi juga tingkat kelulusan.

Karena itu, kepala dinas pendidikan pun memerintah kepala sekolah untuk menyukseskan unas. Selanjutnya, kepala sekolah memerintah guru-guru mata pelajaran yang di-unas-kan berusaha keras agar siswa lulus unas. Dapat dipahami jika pejabat publik sangat berkepentingan dengan tingkat kelulusan unas. Sebab, tingginya angka kelulusan bisa digunakan memperbaiki citra dirinya.

Yang sering tidak disadari, bermula dari tekanan pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil akhir unas itulah, perilaku tidak jujur di sekolah muncul. Dengan alasan menyukseskan unas, biasanya sekolah membentuk tim sukses. Pada saatnya, tim sukses itulah yang banyak bermain untuk membantu siswa mengerjakan soal-soal unas. Dalam kultur seperti ini, dapat dibayangkan kredibilitas penyelenggara unas.

Berkaitan dengan problem itulah, rasanya kepentingan di luar pendidikan, termasuk kepentingan politik pejabat publik, perlu dikurangi agar sekolah dan siswa menjalani unas dengan tenang dan penuh percaya diri. Para siswa perlu diyakinkan bahwa kejujuran itu jauh lebih penting dari sekadar nilai yang diperoleh melalui unas.

Bahkan, kejujuran akademik semestinya tidak hanya dilakukan saat unas. Unsur-unsur di sekolah sejak awal seharusnya membangun kultur akademik yang jujur. Nilai-nilai kejujuran itulah yang sesungguhnya dapat menunjukkan karakter seseorang. Bukankah pendidikan itu seharusnya diorientasikan untuk mencetak individu-individu yang berkarakter kuat? Bermodal karakter kuat itu, kita akan melihat output lembaga pendidikan sebagai pribadi-pribadi yang memiliki daya saing tinggi. (Sumber: Jawa Pos, 6 Februari 2010)

Entry filed under: Artikel Pengamat Pendidikan. Tags: , , , , .

Menggaungkan Surabaya Membaca Inefisiensi Penyelenggaraan Pendidikan


ISSN 2085-059X

Klik tertinggi

  • Tidak ada

  • 1.230.655

Komentar Terbaru

Roos Asih pada Surat Pembaca
rumanti pada Surat Pembaca
ira pada Surat Pembaca
Alfian HSB pada Surat Pembaca
Tamtomo Utamapati pada Surat Pembaca
Ida pada Surat Pembaca
Waluyo pada Surat Pembaca