Valentine Day di Pesantren
Oleh Ponirin Mika
Guru Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo
Masyarakat pesantren (santri) maupun siswa yang pola pikirnya masih labil dan cenderung memakai konsep imitasi, seyogianya menjadi pusat perhatian guru di masing-masing pesantren, sekolah atau lembaga-lembaga, berkait dengan hal perayaan Valentine.
Tanggal 14 Februari makin dekat. Semakin dekatnya hari yang di tunggu-tunggu ini menjadi momen yang berharga bagi kalangan hedonis. Beberapa kalangan di penjuru bumi seolah tidak mau melewatkannya. Bahkan santri di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, mengadakan beberapa kegiatan yang berkaitan langsung dengan hari Valentine, terbukti dengan mengadakan lomba mading, lomba pidato yang bertema Valentine Day di pesantren.
Tidak kalah hebohnya juga penyambutan terhadap hari yang dinilai berharga ini di lakukan oleh siswa Madrasah Bertaraf Internasional Nurul Jadid (MANJ). Kebetulan pada bulan januari ini pasca pelaksanaan semester ganjil OSIS(Organisasi Siswa Intra Sekolah) di madrasah ini mengadakan Class Meeting di antaranya Puisi, Karya Ilmiyah, mading yang bertema Valentine Day.
Valentine Day yang sebenarnya sangat dilarang dalam agama Islam dan di peasantren namun menjadi ritual yang cukup berarti bagi para muda mudi yang sedang dimabuk cinta. Terbukti sudah beberapa muda mudi pesantren membuat program untuk menyambut momen penting ini.
Valentine adalah nama seseorang pemimpin agama Katolik yang telah dianggap menjadi martir, pahlawan dari orang-orang Kristen (katolik). Valentine telah diberi gelar sebagai orang suci (Santo). Kisahnya berawal saat raja Claudius II (268-270 M) punya kebijakan melarang prajurit-prajuritnya menikah. Menurut raja Claudius II, dengan tidak menikah, para prajurit akan agresif dan potensial dalam berperang.
Ternyata, kebijakan ini ditentang Valentine dan Marius. Keduanya secara diam-diam tetap menikahkan para prajurit dan muda-mudi. Lama-kelamaan tindakan mereka diketahui raja Claudius. Sang raja marah dan memutuskan memberikan kepada hukuman mati Valentine dan Marius.
Sebelum dihukum mati, Valentine dan Marius dipenjara terlebih dahulu. Dalam penjara, Valentine berkenalan seorang gadis anak sipir penjara. Gadis ini setia menjenguk Valentine hingga menjelang kematian. Sebelum Valentine dihukum mati, Valentine masih sempat menulis pesan kepada gadis kenalannya.
Masyarakat pesantren (santri) maupun siswa yang pola pikirnya masih labil dan cenderung memakai konsep imitasi, seyogianya menjadi pusat perhatian guru di masing-masing pesantren, sekolah atau lembaga-lembaga, berkait dengan hal perayaan Valentine. Jika sampai terlupakan oleh guru maka Hari Valentine bukan lagi menjadi kebanggaan hati dan perasaan semata, tetapi siswa akan lebih bersikap liar dan akan melakukan hal-hal yang amoral.
Untuk mengantisipasi terjadinya pola interaksi negatif, menurut Kiai Ma’ruf, tata cara dengan pesta yang biasa dirayakan dalam acara Valentine tak dikenal dalam Islam dan cenderung haram. Acara Valentine yang biasa diperingati dengan cara mabuk-mabukkan, pesta dan bahkan pertemuan lawan jenis yang bukan suami-istri, perlu di hindari.
Meski demikian, MUI tidak mengeluarkannya menjadi sebuah fatwa khusus. Yang haram bukan hari Valentine-nya, tapi perayaan yang dilakukan oleh masyarakat untuk memperingati hari cinta itu. (Sumber: Surya, 10 Februari 2009). Email: ibnuab@ymail.com
Entry filed under: Artikel Guru Madrasah Aliyah (MA). Tags: pesantren, Ponirin Mika, Suara-Guru, valentine day.
Komentar Terbaru