Ringkasan Disertasi Tatag Yuli Eko Siswono

2 Februari, 2009 at 8:00 am

Judul disertasi:

 “Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Identifikasi Tahap Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan dan Mengajukan Masalah Matematika”.

 

Oleh Tatag Yuli Eko Siswono

Ketua Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Surabaya.

Email: tatagyes@yahoo.com

 

Lulus ujian disertasi 7 Juli 2007 di Program Doktor Universitas Negeri Surabaya.

Promotor: Prof. R. Soedjadi, Kopromotor: Prof. I. Ketut Budayasa, Ph.D

 

Posting di SuaraGuru.WordPress.Com

Senin, 2 Februari 2009

 

ABSTRAKSI

Semua orang diasumsikan kreatif, tetapi derajat kreativitasnya berbeda. Keadaan  ini menunjukkan adanya tingkat kemampuan berpikir kreatif seseorang yang berbeda, termasuk dalam belajar matematika. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk merumuskan penjenjangan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan dan mengajukan masalah matematika yang valid dan reliabel, serta menemukenali ciri-ciri tahap berpikir kreatif siswa untuk tiap tingkat tersebut.  Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berbasis tugas. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII yang terdiri dari sembilan orang dari SMP Negeri 5 Sidoarjo dan satu orang dari SMP Al Hikmah Surabaya. 

Hasil penelitian didapatkan penjenjangan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan dan mengajukan masalah matematika yang valid dan reliabel, yang terdiri dari lima tingkat, yaitu tingkat 4 (sangat kreatif), tingkat 3 (kreatif), tingkat 2 (cukup kreatif), tingkat 1 (kurang kreatif), dan tingkat 0 (tidak kreatif). Selain itu, dikenali ciri-ciri tahap berpikir kreatif siswa yang meliputi tahap mensintesis ide, membangun ide, merencanakan penerapan ide, dan menerapkan ide yang berbeda untuk tiap tingkat.

Kata Kunci:  tingkat kemampuan berpikir kreatif, kefasihan, kebaruan, fleksibilitas, pemecahan masalah, pengajuan masalah

 

PENDAHULUAN

Dalam Kurikulum 2006, mengamanatkan pentingnya mengembangkan kreativitas siswa dan kemampuan berpikir kreatif melalui aktivitas-aktivitas kreatif dalam pembelajaran matematika. Kreativitas dapat dipandang sebagai produk dari berpikir kreatif, sedangkan aktivitas kreatif merupakan kegiatan dalam pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong atau memunculkan kreativitas siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran untuk mengetahui keberhasilan siswa maupun proses pembelajaran, guru perlu mengadakan penilaian (asessment), termasuk penilaian terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Penilaian (assessment) tersebut berguna untuk mendiagnosis kekuatan dan kelemahan siswa, memonitor kemajuan siswa, memberikan nilai/peringkat (grade) siswa dan menentukan keefektifan pembelajaran (Popham, 1995).  Untuk itu diperlukan suatu patokan atau kriteria tingkat berpikir kreatif yang valid. Kenyataannya, penjenjangan berpikir kreatif untuk penilaian dalam pembelajaran matematika yang valid dan reliabel tidak banyak dikembangkan oleh para ahli pendidikan matematika. Dengan demikian, penelitian ini berupaya merumuskan penjenjangan kemampuan berpikir kreatif siswa yang valid dan reliabel, sekaligus menemukenali ciri-ciri tahap-tahap  berpikir kreatif untuk tiap tingkat tersebut.

Ide tentang tingkat kemampuan berpikir kreatif telah diungkapkan oleh beberapa ahli, antara lain  De Bono (dalam Barak & Doppelt, 2000),  Gotoh (2004), dan  Krulik & Rudnick (1999). Tingkat kemampuan berpikir kreatif ini menggambarkan secara umum strategi berpikir yang tidak hanya dalam matematika. Tingkat yang dikembangkan tersebut memberikan bukti adanya tingkat yang hierarkhis (berurutan) dalam berpikir kreatif.  Tetapi tidak tegas memperlihatkan karakteristik berpikir kreatif dalam matematika.

Membahas berpikir kreatif tidak akan lepas dengan istilah kreativitas yang lebih umum dan banyak dikaji para ahli. Mooney (dalam Shouksmith, 1979) membedakan 4 pendekatan dalam membahas kreativitas, yaitu produk yang diciptakan (the product created), proses penciptaan (the process of creating), individu pencipta (the person of the creator), dan  lingkungan yang menjadi asal penciptaan (the environment in which creating come about). Pembagian ini tidak berarti pemisahan yang lepas satu dengan yang lainnya, tetapi memberi penekanan pada suatu aspek tertentu misalkan pada produk saja. Pada penelitian ini berdasar beberapa pandangan ahli yang sebagian besar mengarah pada sesuatu/produk yang “baru” dan untuk kepentingan pembelajaran matematika, maka pengertian kreativitas ditekankan pada produk berpikir untuk menghasilkan sesuatu yang “baru” dan berguna. Jadi, kreativitas merupakan suatu produk kemampuan berpikir (dalam hal ini berpikir kreatif) untuk menghasilkan suatu cara atau sesuatu yang baru dalam memandang suatu masalah atau situasi.

Kreativitas matematika sekolah menurut Krutetskii (1976) berhubungan pada suatu penguasaan kreatif mandiri (independent) matematika di bawah pengajaran matematika, formulasi mandiri masalah-masalah matematis yang tidak rumit (uncomplicated), penemuan cara-cara dan sarana dari penyelesaian masalah, penemuan bukti-bukti teorema, pendeduksian mandiri rumus-rumus dan penemuan metode-metode asli penyelesaian masalah non standar. Dalam penelitian ini karena disesuaikan dengan lingkup penelitian untuk siswa setingkat sekolah menengah pertama (SMP), dan sesuai pendapat Krutetskii, maka kreativitas ditekankan pada pemecahan masalah dan pengajuan masalah matematika. 

Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Berpikir terdiri dari beberapa jenis, salah satunya berpikir kreatif. Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai  suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk membangun ide atau gagasan yang baru (Ruggiero, 1998; Evans, 1991; Infinite Innovation Ltd, 2001).

Dalam memandang berpikir kreatif terdapat dua pandangan. Pertama memandang berpikir kreatif bersifat intuitif yang berbeda dengan berpikir kritis (analitis) yang didasarkan pada logika (Johnson, 2002), dan kedua memandang berpikir kreatif merupakan kombinasi berpikir yang analitis dan intuitif (De Bono dalam Barak dan Doppelt, 2000). Berpikir yang intuitif artinya berpikir untuk mendapatkan sesuatu dengan menggunakan naluri atau perasaan (feelings) yang tiba-tiba (insight) tanpa berdasar fakta-fakta yang umum. Pandangan pertama cenderung dipengaruhi oleh pandangan terhadap dikotomi otak kanan dan kiri yang mempunyai fungsi berbeda, sedang pandangan kedua melihat dua belahan otak bekerja secara sinergis bersama-sama yang tidak terpisah.

Berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian berpikir kreatif secara umum. Bishop (dalam Pehkonen, 1997) menjelaskan bahwa seseorang memerlukan 2 model berpikir berbeda yang komplementer dalam matematika, yaitu berpikir kreatif yang bersifat intuitif dan berpikir analitik yang bersifat logis.  Pandangan ini lebih melihat berpikir kreatif sebagai suatu pemikiran yang intuitif daripada yang logis. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif tidak didasarkan pada pemikiran yang logis tetapi lebih sebagai pemikiran yang tiba-tiba muncul,  tak terduga, dan di luar kebiasaan.          

Pehkonen (1997) memandang berpikir  kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktik pemecahan masalah, maka pemikiran divergen yang intuitif menghasilkan banyak ide. Hal ini akan berguna dalam menemukan penyelesaiannya. Pengertian ini menjelaskan bahwa berpikir kreatif memperhatikan berpikir logis maupun intuitif untuk menghasilkan ide-ide. Oleh karena itu, dalam berpikir kreatif dua bagian otak akan sangat diperlukan. Keseimbangan antara logika dan intuisi sangat penting. Jika menempatkan deduksi logis terlalu banyak, maka ide-ide kreatif akan terabaikan. Dengan demikian untuk memunculkan kreativitas diperlukan kebebasan berpikir tidak di bawah kontrol atau tekanan.  Pandangan ini lebih mengarah pada pandangan kedua dalam pengertian berpikir kreatif.

 Dalam penelitian ini berpikir kreatif dipandang sebagai satu kesatuan atau kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru tersebut merupakan salah satu indikasi dari berpikir kreatif dalam matematika. Indikasi yang lain dikaitkan dengan kemampuan berpikir logis dan berpikir divergen.

Silver (1997) menjelaskan bahwa untuk menilai kemampuan berpikir kreatif anak-anak dan orang dewasa sering digunakan “The Torrance Tests of Creative Thinking (TTCT)”. Tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas dan kebaruan (novelty). Kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespons sebuah perintah. Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespons perintah. Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespons perintah. Dalam masing-masing komponen, apabila respons perintah disyaratkan harus sesuai, tepat atau berguna dengan perintah yang diinginkan, maka indikator kelayakan, kegunaan atau bernilai  berpikir kreatif sudah dipenuhi. Indikator keaslian dapat ditunjukkan atau merupakan bagian dari kebaruan. Jadi indikator atau komponen berpikir itu dapat meliputi kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan. Oleh karena itu, penjenjangan berpikir kreatif didasarkan pada ketiga produk tersebut dan karena tingkat yang dihasilkan melalui tahap-tahap berpikir siswa yang berbeda, maka diidentifikasi bagaimana karakteristik tahap-tahap tersebut untuk tiap tingkat kemampuan berpikir tersebut. Tahap berpikir kreatif siswa mengacu pada tahap-tahap mensintesis ide, membangun ide-ide, merencanakan penerapan ide, dan menerapkan ide-ide (Krulik & Rudnick, 1999; Airasian, et.al, 2001; Isaksen, 2003)

Ide penelitian dimulai dengan perumusan tingkat kemampuan berpikir kreatif untuk pengajuan masalah yang terdiri dari 6 tingkat yang dimulai dari terendah, yaitu tingkat 0 sampai tingkat 5 (Siswono, 2004a). Rumusan tersebut diimplementasikan pada siswa kelas 1 SMP Negeri 4 dan SMP Negeri 26 Surabaya yang hasilnya dalam Siswono (2004b, 2004c) menunjukkan bahwa tiap tingkat kemampuan berpikir kreatif (TKBK) siswa telah terisi beberapa siswa dari berbagai tingkat kemampuan serta jenis kelamin. Penjenjangan tersebut diperbaiki karena terdapat beberapa siswa yang tidak terkategorikan dan kecenderungan siswa membuat soal yang mudah atau sedang saja. Perbaikan penjenjangan didasarkan pada kriteria produk berpikir kreatif yang meliputi kebaruan, kefasihan dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah matematika. Tingkat kemampuan berpikir kreatif  (TKBK) ini terdiri dari 5 tingkat, yaitu tingkat 0 sampai tingkat 5. Rumusan itu dinamakan draf tingkat berpikir kreatif.  Draf tersebut diujicobakan pada dua siswa kelas 2 SMP Negeri 5 Sidoarjo dan dua siswa kelas 2 SMP Negeri 6 Sidoarjo. Hasilnya ternyata dua orang siswa  berada pada tingkat kemampuan berpikir kreatif 0, satu orang berada pada tingkat kemampuan berpikir kreatif 1, dan satu orang siswa berada pada tingkat kemampuan berpikir kreatif 4. Hasil pra-penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan berpikir kreatif ini secara empirik ada atau dimiliki siswa, meskipun tidak semua tingkat dipenuhi tetapi adanya tingkat yang tertinggi (TKBK 4) sudah cukup memperkuat keberadaan rumusan teoretis yang dibuat, karena tingkat kemampuan berpikir kreatif ini bersifat hierarkhis. Ciri-ciri tahap berpikir kreatif untuk siswa yang menempati tingkat tertinggi (TKBK 4) berbeda dengan siswa yang berada pada tingkat dibawahnya. Misalkan siswa pada TKBK 0 cenderung sintesis ide-idenya berdasar rumus yang diketahui saja dengan jenis/macam-macam bangun datar yang sudah diajarkan di kelas, tetapi seringkali salah atau mengalami kesulitan.

Berdasar hasil pra-penelitian ini dilakukan pengkajian lebih lanjut agar didapat penjenjangan kemampuan berpikir kreatif yang valid dan reliabel, dan diketahui  ciri-ciri tahap berpikir kreatif untuk tiap-tiap tingkat yang dikembangkan.

Berdasarkan latar belakang, maka pertanyaan penelitian ini adalah:

1.    Bagaimanakah penjenjangan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan dan mengajukan masalah matematika yang valid dan reliabel?

2.    Bagaimana hasil identifikasi tahap berpikir kreatif untuk tiap tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa tersebut?

Untuk menghindari perbedaan penafsiran, maka perlu diberikan batasan istilah sebagai berikut.

1.    Tahap berpikir kreatif adalah langkah-langkah berpikir kreatif yang meliputi mensintesis ide-ide, membangun suatu ide, kemudian merencanakan penerapan ide dan menerapkan ide tersebut untuk menghasilkan sesuatu (produk) yang “baru”.

2.    Mensintesis ide artinya menjalin atau memadukan ide-ide (gagasan) yang dimiliki yang dapat bersumber dari pembelajaran di kelas maupun pengalaman sehari-hari.

3.    Membangun ide-ide artinya memunculkan ide-ide yang berkaitan dengan masalah yang diberikan sebagai hasil dari proses sintesis ide sebelumnya.

4.    Merencanakan penerapan ide artinya memilih suatu ide tertentu untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan atau yang ingin diselesaikan.

5.    Menerapkan ide artinya mengimplementasikan atau menggunakan ide yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah.

6.    Pengajuan masalah (problem posing) matematika merupakan tugas yang meminta siswa untuk mengajukan atau membuat soal atau masalah matematika berdasar informasi yang diberikan, sekaligus menyelesaikan soal atau masalah yang dibuat tersebut. Pengajuan masalah diberikan setelah siswa menyelesaikan suatu masalah matematika.

7.    Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa memberi jawaban masalah yang beragam dan benar, sedang dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan siswa membuat masalah sekaligus penyelesaiannya yang beragam dan benar. Beberapa jawaban masalah dikatakan beragam, bila jawaban-jawaban tampak berlainan dan mengikuti pola tertentu, seperti jenis bangun datarnya sama tetapi ukurannya berbeda. Dalam pengajuan masalah, beberapa masalah dikatakan beragam, bila masalah itu menggunakan konsep yang sama dengan masalah sebelumnya tetapi dengan atribut-atribut yang berbeda atau masalah yang umum dikenal siswa setingkatnya. Misalkan seorang siswa membuat persegipanjang dengan ukuran berbeda, soal pertama menanyakan keliling persegi panjang dan soal kedua menanyakan luasnya.

8.    Fleksibilitas dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda. Fleksibilitas dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan siswa mengajukan masalah yang mempunyai cara penyelesaian berbeda-beda.

9.    Kebaruan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai benar atau satu jawaban yang “tidak biasa” dilakukan oleh individu (siswa) pada tingkat pengetahuannya. Beberapa jawaban dikatakan berbeda, bila jawaban itu tampak berlainan dan tidak mengikuti pola tertentu, seperti bangun datar yang merupakan gabungan dari beberapa macam bangun datar. Kebaruan dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan siswa mengajukan suatu masalah yang berbeda dari masalah yang diajukan sebelumnya.

Dua masalah yang diajukan berbeda bila konsep matematika atau konteks yang digunakan berbeda atau tidak biasa dibuat oleh siswa pada tingkat pengetahuannya.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berusaha mencari makna atau hakikat dibalik gejala-gejala yang terjadi. Penelitian ini dilaksanakan di Kelas VIII SMP Negeri 5 Sidoarjo dan SMP Al Hikmah Surabaya, sedang ujicoba atau pra-penelitian dilakukan di kelas VII SMP Negeri 6 dan 5 Sidoarjo.

Teknik pemilihan subjek dengan metode bola salju (snow ball method). Caranya subjek dicari yang sesuai dengan kriteria dan dapat mengkomunikasikan idenya dengan jelas, serta memungkinkan (potensial) memenuhi tingkat kemampuan berpikir kreatif.

Prosedur penjenjangan tingkat berpikir kreatif ini mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.

1.    Merumuskan teori awal (draf tingkat berpikir kreatif) berdasar kajian teori yang didukung dengan data empiris (melalui survei, tanggal 23 Pebruari 2005).

2.    Memvalidasi draf tingkat berpikir kreatif pada ahli untuk mengetahui validitas isi dan konstruk teori yang dikembangkan.

3.    Melakukan pra-penelitian untuk membuktikan keberadaan tingkat berpikir kreatif sekaligus melakukan ujicoba instrumen dalam rangka pengembangan instrumen pendamping penelitian yang berupa tugas tertulis (pemecahan masalah dan pengajuan masalah) dan pedoman wawancara.

4.    Merevisi draf tingkat berpikir kreatif berdasar hasil pra penelitian, pengamatan ketika penelitian, pendapat ahli-ahli, dan penelitian yang pernah dilakukan.  Rumusan teori yang baru ini dinamakan perbaikan tingkat berpikir kreatif. Teori tersebut merupakan teori hipotetik yang dikembangkan pada penelitian ini.

5.    Melakukan pengambilan data untuk mengetahui keberadaan (eksistensi) tingkat kemampuan berpikir kreatif dalam matematika sesuai dengan teori hipotetik yang dibuat dan mengetahui proses berpikir kreatif untuk tiap tingkat. Jika terdapat siswa pada tiap tingkat berpikir kreatif itu, maka validitas empirik terpenuhi.

6.    Melakukan analisis dengan metode perbandingan tetap untuk mengetahui reliabilitas penjenjangan kemampuan berpikir kreatif yang dirumuskan.

Langkah analisis yang dilakukan adalah (a)  membandingkan kejadian-kejadian yang aplikatif setiap kategori, (b) mengintegrasikan kategori dengan ciri-cirinya, (c) merumuskan teori, dan (d) menuliskan teori.

Analisis tugas tertulis untuk butir pemecahan masalah berdasarkan kebenaran penyelesaian yang dilakukan siswa dengan dipandu petunjuk penyelesaian dan kuncinya.Khusus analisis data pada butir hasil tugas pengajuan masalah dilakukan dengan langkah:

1.    Soal (masalah) yang dibuat diidentifikasi, mana yang merupakan soal matematika dan tidak matematika (masalah yang tidak berkaitan dengan matematika atau hanya pernyataan saja).

2.    Soal matematika yang diperhatikan adalah soal yang dapat diselesaikan. Soal yang tidak dapat diselesaikan karena informasi kurang atau tidak berkait dengan masalah yang dibuat dikelompokkan sendiri.

3.    Soal matematika yang dapat diselesaikan dianalisis dengan memperhatikan kebaruan, fleksibilitas dan kefasihanya.

Analisis data hasil wawancara dilakukan dengan langkah (1) reduksi data, (2) pemaparan data yang meliputi pengklasifikasi dan identifikasi data, (3) menarik kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan dan menverifikasi kesimpulan tersebut.

 

 

hasil dan pembahasan

A.  Perbandingan Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif

Hasil penelitian ini akhirnya menghasilkan penjenjangan kemampuan berpikir kreatif dalam memecahkan dan mengajukan masalah matematika yang valid dan reliabel, seperti ditunjukkan pada tabel berikut.

TKBK

Karakteristik

TKBK 4

(Sangat Kreatif)

Siswa mampu menyelesaikan suatu masalah dengan lebih dari satu alternatif jawaban maupun cara penyelesaian dan membuat masalah yang berbeda-beda (”baru”) dengan lancar (fasih) dan fleksibel. Dapat juga siswa hanya mampu mendapat satu jawaban yang ”baru” (tidak biasa dibuat siswa pada tingkat berpikir umumnya) tetapi dapat menyelesaikan dengan berbagai cara (fleksibel). Siswa cenderung mengatakan bahwa membuat soal lebih sulit daripada menjawab soal, karena harus mempunyai cara untuk penyelesaiannya.  Siswa cenderung mengatakan bahwa mencari cara yang lain lebih sulit daripada mencari jawaban yang lain.

TKBK 3

(Kreatif)

Siswa mampu membuat suatu jawaban yang ”baru” dengan fasih, tetapi tidak dapat menyusun cara berbeda  (fleksibel) untuk mendapatkannya atau siswa dapat menyusun cara yang berbeda (fleksibel) untuk mendapatkan jawaban yang beragam, meskipun jawaban tersebut tidak ”baru”. Selain itu, siswa dapat membuat masalah yang berbeda (”baru”) dengan lancar (fasih) meskipun cara penyelesaian masalah itu tunggal atau dapat membuat masalah yang beragam dengan cara penyelesaian yang berbeda-beda, meskipun masalah tersebut tidak ”baru”. Siswa cenderung mengatakan bahwa membuat soal lebih sulit daripada menjawab soal, karena harus mempunyai cara untuk penyelesaiannya.  Siswa cenderung mengatakan bahwa mencari cara yang lain lebih sulit daripada mencari jawaban yang lain.

TKBK 2

(Cukup Kreatif)

Siswa mampu membuat satu jawaban atau membuat masalah yang berbeda dari kebiasaan umum (”baru”) meskipun tidak dengan fleksibel ataupun fasih, atau siswa mampu menyusun berbagai cara penyelesaian yang berbeda meskipun tidak fasih dalam menjawab maupun membuat masalah dan jawaban yang dihasilkan tidak ”baru”. Siswa cenderung mengatakan bahwa membuat soal lebih sulit daripada menjawab soal, karena belum biasa dan perlu memperkirakan bilangannya, rumus maupun penyelesaiannya.  Cara yang lain dipahami siswa sebagai bentuk rumus lain yang ditulis “berbeda”.

TKBK 1

(Kurang Kreatif)

Siswa mampu menjawab atau membuat masalah yang beragam (fasih), tetapi tidak mampu membuat jawaban atau membuat masalah yang berbeda (baru), dan tidak dapat menyelesaikan masalah dengan cara berbeda-beda (fleksibel). Siswa cenderung mengatakan bahwa membuat soal tidak sulit (tetapi tidak berarti mudah) daripada menjawab soal, karena tergantung pada kerumitan soalnya. Cara yang lain dipahami siswa sebagai bentuk rumus lain yang ditulis “berbeda”. Soal yang dibuat cenderung bersifat matematis dan tidak mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari. 

TKBK 0

(Tidak Kreatif)

Siswa tidak mampu membuat alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih) dan fleksibel. Kesalahan penyelesaian suatu masalah disebabkan karena konsep yang terkait dengan masalah tersebut (dalam hal ini rumus luas atau keliling) tidak dipahami atau diingat dengan benar. Siswa cenderung mengatakan bahwa membuat soal lebih mudah daripada menjawab soal, karena penyelesaiannya sudah diketahui. Cara yang lain dipahami siswa sebagai bentuk rumus lain yang ditulis “berbeda”.

 

        Pada uraian karakteristik tingkat tersebut terdapat ciri pokok yang berbeda untuk tiap tingkat yang hierarkhis. Perbedaan tersebut terletak pada aspek kemampuan berpikir kreatif yang meliputi kefasihan, kebaruan, dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. Selain itu, pada suatu tingkat dengan tingkat lain terdapat karakteristik yang sama. Pada TKBK 4 dan 3, subjek cenderung mengatakan bahwa membuat soal lebih sulit daripada mengerjakan soal langsung dan mencari cara yang lain lebih sulit daripada mencari jawaban yang lain. Pada TKBK 2, 1, dan 0, subjek cenderung memahami cara yang lain sebagai bentuk rumus lain yang ditulis “berbeda”, seperti rumus keliling persegipanjang 2(p+l) berbeda dengan 2p+2l. Padahal sebenarnya kedua rumus itu sama.  Perbedaan dan kesamaan dari karakteristik itu menunjukkan gradasi tingkat (hierarkhi) dimana semakin tinggi tingkatnya semakin tinggi kemampuan berpikit kreatif siswa.

Pada beberapa tingkat yang dihasilkan ternyata tidak semua subjek yang berada pada suatu tingkat memiliki karakteristik pokok yang sama, seperti pada TKBK 3.  AF memenuhi kefasihan dan fleksibilitas tetapi tidak memenuhi kebaruan dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. RF memenuhi kefasihan dan kebaruan tetapi tidak memenuhi fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. Keduanya sama-sama berada pada TKBK 3, karena kebaruan dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah mempunyai bobot atau derajat yang sama. Artinya kedua aspek tersebut merupakan komponen yang sama-sama penting atau merupakan ciri pokok kemampuan berpikir kreatif dalam matematika.

Pada TKBK 2, ciri pokok siswa yang berada pada tingkat itu adalah memenuhi kebaruan tetapi tidak memenuhi kefasihan dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah atau memenuhi fleksibilitas tetapi tidak memenuhi kefasihan dan kebaruan dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. Dua siswa yang berada tingkat ini memiliki ciri memenuhi kebaruan tetapi tidak memenuhi kefasihan dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. Siswa yang memenuhi fleksibilitas tetapi tidak memenuhi kefasihan dan kebaruan tidak ditemukan. Kedua ciri yang terletak pada satu tingkat itu memiliki bobot yang sama, sehingga meskipun satu ciri tidak dipenuhi tetapi ciri lain telah dipenuhi. Dengan demikian  dapat dikatakan bahwa tingkat itu telah terisi oleh subjek-subjek tersebut. Berdasar pertimbangan itu, maka pencarian subjek dengan ciri yang kedua itu tidak dilanjutkan, karena akan memakan waktu yang lama. Diharapkan penelitian lain akan menjumpai siswa dengan ciri tersebut, sehingga melengkapi bukti terhadap penjenjangan tingkat ini. Atau kemungkinan ciri tersebut memang tidak ditemukan secara empiri. Dengan demikian teori yang dirumuskan akan mengalami modifikasi atau spesifikasi.

Pada TKBK 4, ciri pokok siswa yang berada pada tingkat itu adalah memenuhi ketiga aspek berpikir kreatif, yaitu kefasihan, kebaruan, dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah atau memenuhi kebaruan dan fleksibilitas tetapi tidak memenuhi kefasihan dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. Dua siswa yang berada tingkat ini memiliki ciri memenuhi ketiga aspek, yaitu kefasihan, kebaruan, dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. Siswa dengan ciri memenuhi kebaruan dan fleksibilitas tidak ditemukan. Ciri ini sebenarnya berkaitan dengan bentuk soal yang divergen pada cara tetapi tidak pada jawaban. Tugas yang dirancang sebagai instrumen bersifat divergen pada cara maupun jawaban. Sehingga memungkinkan memunculkan siswa dengan kemampuan pada ketiga aspek berpikir kreatif tersebut. Kemungkinan siswa yang berada pada tingkat ini juga akan memenuhi ciri kedua, jika diberikan tugas yang divergen pada cara tetapi tidak pada jawaban. Meskipun tidak terisi subjek dengan ciri kedua itu, subjek yang memiliki ciri pertama itu secara logika sudah cukup mewakili adanya subjek atau individu dengan karakteristik TKBK 4.

Adanya beberapa karakteristik tingkat kemampuan berpikir kreatif yang tidak terpenuhi oleh seorang subjek atau perbedaan bobot (derajat) dari aspek-aspek berpikir kreatif, maka memungkinkan tingkat kemampuan berpikir kreatif ini untuk dikembangkan menjadi tingkat yang lebih banyak atau ada sisipan tingkat yang lain. Dengan demikian tingkat kemampuan berpikir kreatifnya semakin halus dan mendekati kenyataan subjek di lapangan.

Penjenjangan kemampuan berpikir kreatif ini bila dibandingkan dengan tingkat yang sudah dibahas sebelumnya akan seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel : Perbandingan Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Tingkat yang lain

 

 

De Bono (Barak & Doppelt, 2000)

Gotoh (2004)

Krulik & Rudnick (1995,1999)

Hasil Penjenjangan TKBK

 

 

Emperical

Pengingatan (Recall)

TKBK 0

 

Kesadaran berpikir

Formal

Berpikir dasar

TKBK 1

 

Observasi Berpikir

 

Strategi Berpikir

Konstruktif (Kreatif)

Berpikir kritis

TKBK 2

 

TKBK  3

 

Refleksi berpikir

Berpikir Kreatif

 

TKBK  4

 

TKBK 0 dapat disetarakan dengan tingkat empirik dari Gotoh (2004) dan pengingatan (recall) dari Krulik & Rudnick (1995, 1996). Karena pada tingkat itu siswa cenderung melakukan kesalahan dan belum ada kesadaran berpikir untuk melakukan investigasi menemukan sesuatu yang “baru”. Ide-idenya didasarkan sesuatu (dalam hal ini rumus luas atau keliling) yang mudah diingat. Pada tingkat ini siswa tidak dapat memenuhi kefasihan, kebaruan maupun fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah.

TKBK 1 dapat disetarakan dengan tingkat kesadaran berpikir dan observasi berpikir dari De Bono (dalam Barak & Doppelt, 2000), tingkat formal  dari Gotoh (2004), dan berpikir dasar dari Krulik & Rudnick (1995, 1996). Siswa pada TKBK ini memahami dan mengenali konsep yang umum dikenal (dalam hal ini tentang luas maupun keliling bangun datar) dan telah mempunyai kesadaran berpikir serta berusaha melakukan observasi untuk mendapatkan alternatif-alternatif. Kenyataan tersebut ditunjukkan bahwa siswa sudah menunjukkan kefasihan dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. Siswa sudah memanfaatkan algoritma, prosedur-prosedur, maupun konsep matematika yang dikenalnya, meskipun hasilnya belum memenuhi semua aspek berpikir kreatif.

TKBK 2 merupakan bagian yang termuat pada strategi berpikir dari De Bono (dalam Barak & Doppelt, 2000), tingkat konstruktif dari Gotoh (2004), dan berpikir kritis dari Krulik & Rudnick (1999). Karakteristik TKBK 2 sebagian memenuhi ciri dari tingkat-tingkat lain itu. Karena pada tingkat itu siswa sudah mulai menggunakan strategi berpikir untuk mendapat jawaban yang “baru” ataupun mengerjakan dengan fleksibel. Siswa sudah mulai menggunakan kemampuan berpikir kritis seperti menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek situasi atau masalah, sehingga mendapatkan jawaban yang memenuhi kebaruan atau fleksibilitas. Siswa mulai mencari jawaban ataupun cara yang non rutin maupun non algoritmis, serta mulai berpikir kritis.

TKBK 3 merupakan bagian yang termuat pada tingkat konstruktif (kreatif) dari Gotoh (2004), dan sebagian ciri atau karakteristik yang termuat antara tingkat strategi berpikir dan refleksi berpikir dari De Bono (dalam Barak & Doppelt, 2000), dan antara tingkat berpikir kritis dan kreatif dari Krulik & Rudnick (1999). Siswa pada TKBK ini mulai menunjukkan salah satu ciri penting berpikir kreatif, yaitu kefasihan dan salah satu dari aspek kebaruan dan fleksibilitas. Siswa selain berpikir kritis juga mencari jawaban yang berbeda dan mengkonstruksi jawaban ataupun cara yang tidak biasa dilakukan sebelumnya. Siswa melakukan strategi berpikir tertentu dan melakukan pemikiran reflektif untuk menyelesaikan tugasnya.

TKBK 4 merupakan bagian yang termuat pada refleksi berpikir dari De Bono (Barak & Doppelt, 2000), tingkat konstruktif dari Gotoh (2004), dan berpikir kreatif dari Krulik & Rudnick (1999). Siswa pada TKBK ini sudah menunjukkan pemikiran reflektif dengan kesadaran yang jelas dan menghasilkan jawaban maupun cara sesuai dengan yang direncanakan. Siswa sudah mampu mengambil keputusan yang non algoritmis dan non rutin dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. Selain itu, siswa sudah menunjukkan kemampuan berpikir kreatif, seperti mensintesis ide, membangun dan menerapkan ide-ide untuk mendapatkan jawaban atau membuat masalah yang baru dengan fasih dan fleksibel.

 

B.  Tahap Berpikir Kreatif Siswa pada Tiap Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif

Tahap berpikir kreatif dalam penelitian ini mengikuti tahapan berpikir yang terdiri dari tahap mensintesis ide-ide, membangun suatu ide, kemudian merencanakan dan menerapkan ide tersebut. Dalam proses ini subjek berusaha untuk menghasilkan sesuatu (produk) yang “baru” secara fasih (fluency) dan fleksibel. Tetapi karena kemampuan dan latar belakang pengetahuannya tidak semua siswa dapat menghasilkan produk itu.

Tabel berikut menunjukkan hasil identifikasi tahap berpikir kreatif siswa untuk tiap tingkat kemampuan berpikir kreatif.

 

Tabel : Rangkuman tahap berpikir kreatif siswa tiap tingkat.

 

Tahap

TKBK

Mensintesis ide

Membangun ide

Merencanakan Penerapan

Menerapkan ide

TKBK 4

Ide berdasar rumus, bilangan-bilangan sebagai ukuran, gambar, dan macam-macam  bangun datar yang diketahui.  Pernah melakukan kesalahan, karena kekurang hati-hatian dan ketelitiannya.

Sumber ide berdasar pengalaman belajar di kelas (termasuk pelajaran lain) dan pengalaman di lingkungannya sehari-hari. 

Mencari rumus dan bilangan-bilangan yang mudah  

Pertimbangannya bersifat konseptual dan bersifat intuitif (perasaan).

Produktif dan lancar memunculkan idenya.  Mengalami kesulitan tetapi dapat mengatasinya.

 

 

Pernah melakukan kesalahan, tetapi  dapat menjawab soal maupun membuat soal yang bebeda (”baru“), dengan fasih dan fleksibel. 

Siswa cenderung yakin dan tertantang mengerjakan tugas yang diberikan, serta cepat dan segera memperbaiki jawabnnya dengan tepat.  

TKBK 3

Ide berdasar rumus bangun datar, bilangan-bilangan sebagai ukuran-ukurannya, gambar, dan macam-macamnya. Siswa tidak melakukan kesalahan dalam menyelesaikan masalah. Sudah memperhatikan konteks soal yang dibuat. Sumber ide dari pengalaman belajar di kelas, tetapi dapat membuat soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 

Mencari rumus dan bilangan-bilangan yang mudah  

 

Pertimbangannya bersifat konseptual. 

 

 

Kurang produktif dalam memunculkan idenya. Karena merasa belum pernah diajarkan a kesulitan rumus luas atau keliling bangun datar. 

Tidak banyak melakukan kesalahan. Terdapat kesalahan pada mencari cara yang berbeda dari sebelumnya.

Siswa cenderung kurang yakin tetapi  dapat memperbaiki jawaban dengan cukup cepat dan tepat.  

TKBK 2

Ide berdasar rumus bangun datar, bilangan-bilangan sebagai ukuran-ukurannya dan gambarnya Menghasilkan jawaban atau membuat soal yang kadang salah.

Sudah ada siswa yang memperhatikan konteks soal yang dibuat.

Sumber ide dari pengalaman belajar di kelas.

Mencari rumus dan bilangan-bilangan yang mudah. 

 

Pertimbangan bersifat konseptual dan intuitif (perasaan)..  

Kurang produktif dalam memunculkan idenya. Karena kesulitan mencari cara lain dalam memecahkan maupun membuat soal.

 

Melakukan  kesalahan dalam menjawab soal maupun membuat soal yang divergen. 

 

Siswa cenderung  kurang yakin dan tidak dengan cepat dan tepat memperbaiki jawaban atau soal yang dibuat.  

TKBK 1

Ide berdasar rumus bangun datar, bilangan-bilangan sebagai ukuran-ukuran, dan gambarnya yang diketahui.

Menghasilkan jawaban atau membuat soal yang kadang salah.

Sumber ide dari pengalaman belajar di kelas.

Mencari rumus yang mudah. Pertimbangannya bersifat konseptual dan  intuitif (perasaan).

Tidak produktif dalam memunculkan idenya. Karena kesulitan mencari cara lain dalam memecahkan maupun membuat soal.

Melakukan kesalahan dalam menjawab soal maupun membuat soal yang divergen.

Siswa cenderung kurang yakin dan tidak dengan cepat dan tepat memperbaiki jawaban atau soal yang dibuat.  

TKBK 0

Ide berdasar rumus bangun datar dan jenisnya. Menghasilkan jawaban benar yang mudah atau melakukan kesalahan karena kemampuan kurang. Soal yang dibuat benar tetapi mudah atau salah satu dari soal atau penyelesaiannya salah.

Sumber ide dari pengalaman belajar di kelas, tetapi terbatas yang mudah diingat.

Mencari rumus dan bilangan yang mudah. Cenderung mudah secara praktis dan kurang secara konseptual.  

Tidak  lancar dan tidak produktif dalam memunculkan idenya. Karena kesulitan mengingat rumus bangun datar lain.

 

 

Hasil jawaban atau soal yang dibuat sering salah atau benar tetapi terlalu sedeerhana..

Siswa cenderung kurang yakin terhadap hasil yang dibuat dan tidak cepat dan tepat memperbaiki jawaban atau soal yang dibuat.  

 

Ciri-ciri tahap berpikir kreatif siswa untuk tiap TKBK menunjukkan gradasi kerumitan dari masing-masing tahapan.

Pada tahap mensintesis ide,  ide dari siswa pada TKBK 0 masih sederhana, yaitu dari rumus dan jenis (gambar) bangun datar, sedang pada TKBK berikutnya semakin kompleks berdasar ide bilangan-bilangan sebagai ukuran, gambar dan macam-macam bangun datar untuk disusun atau digabung menjadi bangun lain. Pada TKBK 0 sampai TKBK 1 belum memperhatikan konteks soal yang dibuat, tetapi pada TKBK 2 sudah mulai diperhatikan sampai pada TKBK 3 dan TKBK 4. Soal yang dibuat sudah mengaitkan dengan benda-benda sekitar, sehingga berupa soal cerita yang tidak terlalu matematis. Sumber ide mulai dari TKBK 0 sampai TKBK 3 masih tidak melibatkan pengalaman sehari-hari, tetapi pada TKBK 4 sudah menggunakan pengalaman itu dan tidak hanya dari pengalaman belajar matematika di kelas. Pada TKBK 3 meskipun sumbernya dari pengalaman belajar di kelas, tetapi sudah bisa membuat soal cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Pada tahap membangun ide, semua tingkat cenderung mencari rumus maupun bilangan yang mudah dan diketahui. Pada TKBK 0, cenderung mudah secara praktis daripada secara konseptual. Pertimbangan mudah secara praktis, misalkan hanya menggunakan bilangan-bilangan atau macam-macam bangun datar yang ada pada informasi soal atau yang diketahui saja.  Pertimbangan mudah secara konseptual, misalkan menggunakan rumus luas atau keliling yang diingat dengan benar. Tetapi karena kemampuan dasar yang dikuasai  kurang, maka dapat terjadi jawaban tugas yang diberikan tidak benar. Pada TKBK 1 sampai TKBK 4 pertimbangannya selain konseptual juga intuitif (berdasar perasaan). Pertimbangan intuitif itu misalkan mengharuskan tinggi atau alas dibuat lebih panjang atau lebih pendek atau kalimat suatu soal yang dibuat tidak terlalu panjang.

Pada tahap merencanakan penerapan ide, siswa pada TKBK 0 tidak lancar dan tidak produktif memunculkan ide, sedang pada TKBK 1 sudah cukup lancar yang dibuktikan dengan kefasihan dalam memecahkan maupun mengajukan masalah, tetapi tidak produktif memunculkan ide. Siswa pada TKBK 2 dan TKBK 3 kurang produktif karena masih mengalami kesulitan-kesulitan yang ditunjukkan dari kesalahan yang dibuat. Siswa pada TKBK 4 sudah produktif memunculkan ide untuk memecahkan maupun mengajukan masalah.

Pada tahap penerapan ide, siswa pada semua tingkat pernah mengalami kesalahan. Tetapi hasil akhir tugasnya bergantung kemampuan memperbaiki dengan cepat dan tepat ide yang diajukan, serta kemampuan dasar yang dimilikinya. Siswa pada TKBK 0 sampai TKBK 2 cenderung kurang yakin dan tidak dengan cepat dan tepat memperbaiki ide yang salah. Siswa pada TKBK 3 sudah cukup cepat dan tepat memperbaiki idenya, meskipun masih kurang yakin terhadap jawaban yang dibuat. Sedang siswa pada TKBK 4 sudah cepat dan tepat memperbaiki idenya dan yakin dengan jawaban tugasnya sendiri.

 

C.  Temuan Lain untuk Tiap Tingkat Berpikir Kreatif

Hasil wawancara maupun tugas tertulis dari tiap-tiap subjek penelitian menunjukkan  temuan lain sebagai berikut.

1.    Siswa pada TKBK 0 cenderung mengatakan membuat soal lebih mudah daripada menyelesaikan soal. Siswa pada TKBK 1 lebih mengatakan membuat soal tidak sulit tetapi tidak berarti mudah daripada menyelesaikan. Siswa pada TKBK 2 sampai TKBK 4 cenderung mengatakan membuat soal lebih sulit daripada menyelesaikan soal. Hal tersebut karena belum biasa dan kerumitannya memperkirakan angka, rumus, maupun penyelesaiannya. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Siswono (1999) bahwa siswa pada kelompok kemampuan rendah cenderung mengatakan membuat soal lebih mudah, karena membuat soal sesuai dengan kemampuan mereka (soal yang mudah) berbeda dengan siswa kelompok tinggi. Kelompok tinggi mengatakan sulit karena mengerjakan soal tidak memikirkan soalnya, dan sudah terbiasa mengerjakan soal langsung. Kecenderungan ini menjadi karakteristik yang membedakan tingkat berpikir kreatif, meskipun tidak menjamin jika seorang siswa pada kelompok tinggi dan mengatakan membuat soal lebih sulit, maka ia dikelompokkan pada tingkat berpikir kreatif yang tinggi. Hal ini bergantung pada ciri pokok yang dipenuhi oleh siswa tersebut. Mackworth (Shouksmith, 1979) membedakan antara pemecahan masalah (problem solving) dan penemuan masalah (problem finding). Mackworth mengatakan seorang ilmuwan yang perhatiannya pada memecahkan masalah berbeda dengan mereka yang terutama memunculkan pertanyaan-pertanyaan. Karena komputer yang programnya sesuai dapat dengan cepat memecahkan masalah. Seorang ilmuwan yang menjadi penemu masalah lebih kreatif dan lebih berguna di masyarakat. Sebagian besar penemuan-penemuan yang dibuat sekarang bergantung pada orang-orang yang memformulasikan masalah-masalah penelitian yang penting sebelumnya.  Pendapat ini memberikan indikasi bahwa di kelas, siswa yang mampu membuat soal atau masalah lebih kreatif daripada yang hanya mengerjakan soal langsung saja. Siswa tersebut mungkin mengatakan sulit membuat soal, karena harus memikirkan informasi yang digunakan, penyelesaiannya, maupun kalimatnya. 

2.    Semua siswa sebagai subjek penelitian yang berada tiap tingkat berpikir kreatif belum pernah diajarkan menyelesaikan tugas dengan jawaban ataupun cara yang divergen.

3.    Terdapat siswa pada TKBK 2 dan 3 yang menggunakan analogi untuk mengingat rumus luas bangun datar. EM pada TKBK 2 mengingat rumus luas trapesium dengan menganalogikan dengan rumus luas segitiga. AF mengingat rumus luas belah ketupat dengan menganalogikan dengan rumus luas segitiga.

4.    Cara lain yang dilakukan PE dan ARP (siswa pada TKBK 4) pada dasarnya sama yaitu dengan membuat potongan-potongan pada model perrsegipanjang, kemudian dirangkai menjadi bangun datar lain yang luasnya sama. Tetapi PE dan ARP mempunyai perbedaan menggunakannya. PE membuat cara lain dengan memotong atau menggunting bangun datar yang sebenarnya, sedang ARP hanya dengan menandai saja tanpa menggunting atau memotong kertas model.

5.    AF (siswa pada TKBK 3) membuat bangun datar lain yang kelilingnya sama dengan keliling persegipanjang ukuran 12 x 8 cm ada dua cara, yaitu (1) Menggambar bangun datarnya kemudian memberi ukuran panjang sisi-sisinya sehingga kelilingnya 40 cm; (2) Menentukan ukuran sisinya dengan membagi 40 menjadi beberapa bilangan sebagai ukuran sisi-sisinya, kemudian menggambar bangun itu.

 

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasar hasil analisis data yang mengacu pada pertanyaan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut.

1.   Perumusan penjenjangan kemampuan berpikir kreatif menghasilkan tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan dan mengajukan masalah matematika yang valid dan reliabel.

2.   Tahap berpikir kreatif siswa mengikuti tahapan berpikir yang terdiri dari tahap mensintesis ide-ide, membangun suatu ide, kemudian merencanakan penerapan ide dan menerapkan ide tersebut menunjukkan ciri-ciri yang berbeda untuk tiap tingkat kemampuan dan menunjukkan perkembangan pola sesuai tingkatnya.

Berdasar simpulan dari hasil penelitian maka direkomendasikan sebagai berikut.

1.    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang bersifat verifikasi dan modifikasi, agar lebih meyakinkan atau memantapkan hasil penelitian ini, serta melengkapi karakteristik tingkat berpikir kreatif dalam memecahkan dan mengajukan masalah matematika.

2.    Karena penjenjangan ini sudah valid dan reliabel, maka dapat digunakan untuk mengklasifikasi kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika, sebagai acuan atau patokan untuk menilai kemampuan berpikir kreatif siswa dalam belajar matematika, dan sebagai pedoman untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan siswa dalam berpikir kreatif. Selain itu dapat digunakan untuk merancang model atau strategi pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan atau mengoptimalkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Airasan, Peter W., et.al. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing. A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc

Barak, Moses. & Doppelt, Yaron. (2000). Using Portfolio to Enhance Creative Thinking. The Journal of Technology Studies Summer-Fall 2000, Volume XXVI, Number 2.  http://scholar.lib.vt.edu/ejournals. Download 27 Desember 2004

Evans, James R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management Sciences. Cincinnati:South-Western Publishing Co.

Gotoh, George. (2004). The Quality of The Reasoning in Problem Solving Processes. The 10th  International Conggress on Mathematical Education, July 4-11, 2004. Copenhagen, Denmark.http://www.icme-10.com/conference /2_paperreports /3_section. Download  12 November 2004

Infinite innovation. Ltd. 2001. (2001). Creativity and Creative Thinking. http://www.brainstorming.co.uk/tutorials/ tutorialcontents.html. Download 13 April 2001

Isaksen, Scott G. (2003). CPS: Linking Creativity and Problem Solving.. www.cpsb.com. Download 22 Agustus  2004

Johnson, Elaine B. (2002). Contextual Teaching and Learning: What it is and why it’s here to stay. Thousand Oaks: Corwin Press,Inc

Krulik, Stephen & Rudnick, Jesse A. (1999). Innovative Tasks To Improve Critical and Creative Thinking Skills. Dalam Stiff, Lee V. Curcio, Frances R. (eds). Developing Mathematical reasoning in Grades K-12. 1999 Year book. h.138-145. Reston: The National Council of teachers of Mathematics, Inc.

Krutetskii, V.A. (1976). The Psychology of Mathematical Abilities in Schoolchildren. Chicago: The University of Chicago Press

Popham, W. James. (1995). Classroom Assesment. What Teachers Need to Know. Needham Heights: Allyn & Bacon

Pehkonen, Erkki (1997). The State-of-Art in Mathematical Creativity. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 6 Agustus 2002

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi.

Ruggiero, Vincent R. (1998). The Art of Thinking. A Guide to Critical and Creative Thought. New York: Longman, An Imprint of Addison Wesley Longman, Inc.

Shouksmith, George (1979). Intelligence, Creativity and Cognitive Style. New York:Wiley-Interscience, A Division of John Wiley & Sons, Inc.

Silver, Edward A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Thinking in Problem Posing. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 6 Agustus 2002

Siswono, Tatag Y. E. (1999). Metode Pemberian Tugas Pengajuan Masalah (Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Perbandingan di MTs Negeri Rungkut Surabaya.. Tesis Program Pasca Sarjana IKIP Surabaya. Tidak dipublikasikan.

__________________. (2004a). Mendorong Berpikir Kreatif Siswa melalui Pengajuan Masalah (Problem Posing). Makalah disajikan dalam Konferensi Himpunan Matematika Indonesia di Denpasar, Bali. 23-27 Juli 2004.

_________________.  (2004b). Identifikasi Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam Pengajuan Masalah (Problem Posing) Matematika Berpandu dengan Model Wallas dan Creative Problem Solving (CPS). Buletin Pendidikan Matematika, Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Pattimura, Ambon Volume 6, Nomer 2, Oktober 2004. ISSN 1412-2278, hal. 114-124.

 

Entry filed under: Disertasi Pendidikan. Tags: , , , , .

Antara Caleg dan PKL Guru Dipimpin Orang Lain


ISSN 2085-059X

Klik tertinggi

  • Tidak ada

  • 1.230.998

Komentar Terbaru

Roos Asih pada Surat Pembaca
rumanti pada Surat Pembaca
ira pada Surat Pembaca
Alfian HSB pada Surat Pembaca
Tamtomo Utamapati pada Surat Pembaca
Ida pada Surat Pembaca
Waluyo pada Surat Pembaca